Wednesday, January 25, 2017

Jika kamu mie instant, maka aku adalah

foto : gambar pribadi

Jadi @30haribercerita hari ini adalah mengarang dengan mengisi titik-titik untuk melengkapi kalimat berikut (yang di bold). Soalnya adalah : 
Jika kamu adalah mie instant, maka kamu adalah ... ........... ... asalkan besok tidak hujan. ....... ... karena aku lebih suka jadi  petani, daripada jadi mantan pacarmu

Dan berikut cerita saya yang sepertinya curhat dan terlalu memaksa πŸ˜…πŸ˜…πŸ˜…

Jika kamu adalah mie instan, maka aku adalah yang akan selalu senang untuk mengkonsumsimu. Tetapi, mereka bilang kamu tidak cukup baik untuk ku. Mereka bilang kamu hanya akan memberikan penyakit dalam tubuhku.

Namun, ku rasa aku mulai candu. Terasa janggal apabila tak mengkonsumsimu setiap minggu. Tapi dimana kamu? Hari ini tak ku temui kamu di dapurku.

Aku butuh serotonin untuk menghilangkan lelah hari ini. Kamu yang harus ku temui. Mungkin besok, asalkan besok tidak hujan. Kalaupun besok tetap hujan, tak apa. Mungkin kita butuh jeda. Agar kamu tahu rasanya merindukan rumah.

Dan jika kamu tak kunjung kembali, apa aku harus mencari?
Mereka bilang, aku harus cari pengganti. Huh... mereka lagi. Apa yang mereka ketahui?

Aku lebih memilih menyibukkan diri. Kurasa ini dapat menahanku, sebelum kepulanganmu. Terkadang aku sedikit ragu, mungkin Karena aku lebih suka jadi petani daripada jadi mantan pacarmu.



Mengetik ini sembari mendengarkan Payung Teduh - Mari Bercerita

Tuesday, January 24, 2017

Tempat dimana doa lebih khusuk dipanjatkan, Rumah Sakit


Rumah sakit - 24/01/17


Buat mas azzam yang sampai hari ini masih di RS, cepat sembuh cepat pulang azzam ganteng

Jadi ingat waktu kecil ditanya guru "desi lahir dimana?" Dijawabnya "rumah sakit" (pinter ya ?) Tapi kata ibu jawaban yang benar itu Surabaya.
Tiap ke rumah sakit selalu suka sama aroma obat nya, jadi betah. Selesai opname nggak mau pulang, jadi nambah hari (ngerepoti)

Soalnya kalau di rumah sakit bikin keluarga besar kumpul selain waktu ada yang nikah atau hari raya.
Tapi semakin kesini menyadari kalau ternyata banyak juga orang yang doanya jauh lebih khusuk waktu dirumah sakit, seorang teman pernah bilang "Manusia kalo berada di titik 0 pasti baliknya ke atas (Tuhan)

"Lalu apakah harus berada di rumah sakit, untuk ingat bahwa kita adalah manusia?" - faisal, mahasiswa akutansi


@30haribercerita
#30haribercerita
#30hbc1724
#rumahsakit

Saturday, January 21, 2017

Hitam Putih - Fourtwnty (4.20)

foto : hasil  qick sketch dari cover album 4.20



bagai langit dan bumi

yang tak pernah sealam

bagai hitam dan putih

yang tak pernah sewarna

hanya kita yang merasakannya

belajar melepaskan dirinya
walau setengahku bersamanya
aku yakin kita kan terbiasa
walau inti jiwa tak terima

bagai timur dan barat

yang tak pernah searah
bagai air dan api
yang tak pernah senyawa

belajar melepaskan dirinya
walau setengahku bersamanya

ku yakin kita kan terbiasa
walau inti jiwa tak terima
walau inti jiwa tak terima

belajar melepaskan dirinya
walau setengahku bersamanya
ku yakin kita kan terbiasa
tak terima tak terima
tak terima tak terima
tak terima tak terima
tak terima tak terima

Hitam Putih - Fourtwnty (4.20)

Pas banget tema #30hbc1721 ini hilang, ya mumpung (?)

Udah 5 harian lagu ini termainkan berulang di hp, sampe terngiang meskipun gak lagi di play.

Menurut ku sih lagu ini soal meng-ikhlas-kan kepergian seseorang, aku sendiri tahu lagu ini dari seseorang yang kemudian juga ikut pergi seperti isi dari lagu ini.

Sebenernya kehilangan bukan hal yang nggak biasa terjadi, baru kapan hari kehilangan pensil warna setempatnya, kehilangan sarung tangan yang biasa nemenin motoran, kehilangan converse hitam kesayangan.

Tapi kehilangan orang yang nyebelin, yang tapi juga sama dia kalian bisa ngobrol dengan leluasa gak pake mikir atau random talk (kayak sweet talk ya hehe), dan berinteraksi sekian tahun lamanya, agak kagok. Lebih ke alasan klise yang diutarakan. Yaitu seperti lirik lagu ini "bagai air dan api yang tak pernah senyawa, bagai timur dan barat yang tak pernah searah"

Iya klise, tapi entah kenapa bikin keinget mulu. Katanya dunia kami beda (lah ini dunia apa dongπŸ˜…), katanya aku masih pengen seneng-seneng dengan liat konser (ya kan suka, dan ada yang perlu diurusin), katanya aku masih suka pergi keluar kota sama teman-teman (yakan selagi masih muda dan bisa), katanya aku masih pengen having fun (lah pak??? siapa yang gak pengen fun?).

Sedangkan katanya dia masih banyak kerjaan dan gak ada waktu ngurusin hal-hal beginian.

It's OK, kalem aja jangan gupuh ya

Sebenernya aku juga banyak kerjaan, juga harusnya gak ada waktu ngurusin beginian. Ya tapi harus diurusin, kenapa? ya  karena kalo gak diurusin cuma bakal ngehambat kerjaan yang lain. Aku juga kerja loh, sebagai mahasiswi dengan banyak deadline dan freelance di lain waktu-nya. Tapi kenapa aku masih sempat senang-senang? ya karena menyempatkan. Aku selalu mencoba mencari kesenangan di setiap hal, mencoba mencari sisi positif di setiap hal. Karena udah cukup aja untuk soal jenuh tugas, keluarga, teman, dan lalala-nya di pikiran dan ceritakan pas berdoa.


Tapi seperti yang sudah-sudah, ya saya harus mengikhlaskan. Ngerelain kehilangan orang yang ada andil dalam lahirku (baca : alm bapak) aja bisa, apalagi cuma kehilangan orang yang sekedar mampir 😊

Seperti kutipan Carrie Fisher yang disampaikan Meryl Streep di Golden Globes 17

"Take your broken heart, make it into art"


And here i am, trying to make Art.

nb : maaf ya ini udah di edit berapa kali juga tapi masih berantakan, ukuran font amburadul, dan gak tau kenapa ada yang ke enter-_-

Thursday, January 19, 2017

Lebih memilih memperbaiki atau mengganti dengan yang baru?

18/01/17



Kita adalah sepasang sepatu, selalu bersama tak bisa bersatu
Kita mati bagai tak berjiwa, bergerak karena kaki manusia
Aku sang sepatu kanan, kamu sang sepatu kiri


Awalnya bingung mau cerita apa buat  #30haribercerita hari ini, lagian udah mau ganti hari juga hahaha

Tapi barusan pulang dari nganterin temen nyari sepatu, trus langsung kepikiran aja mau bahas sepatu dan lalu terngiang lagunya Tulus-Sepatu

Udah nemu model yang cocok, eh ukurannya tinggal yang besar. Nemu lagi yang cocok, ukurannya tinggal yang kecil, mau dipaksain beli (siapa tau ntar melar) tapi gak enak pas dicoba jalan. Nemu model cocok, ukuran ada, pas dicoba warna nya kurang gimana gitu di kaki.

Ribet juga ya?  Iya, maklum ya cewe
Tapi akhirnya dapet juga πŸ˜ƒ

Dia beli sepatunya dalam rangka sepatu yang lama udah buluk (katanya, tapi tadi tetep dipake). Kalo kata orang tua sih "anak sekarang lebih suka mengganti dengan yang baru, nggak memperbaiki" wkwk

Ya tapi menurutku sih mengganti dengan yang baru itu perlu kalo emang yang lama udah dirasa gak nyaman. Ya tiap orang beda sih. Saya sendiri sebelumnya masih suka pake converse coklat yang udah buluk karena beli sama mantan sehingga banyak kenangan  gak ding, karena umurnya udah 5 tahunan. Dulu beli kelas 3smp kayaknya, terus sekarang udaha mahasiswi naik semester 6. Yeah, time flies, long gone and move on (Apa nyambungnya des?!!)

Tapi karena udah rusak dan gak bisa dipake barulah diistirahatkan sepatunya.
Yaa intinya nggak ada salahnya dengan memilih memperbaiki atau mengganti, it's all about your choice, because you define yourself.


Btw habis nge-post itu di intagram desiphe ada beberapa yang komen, dan komennya udah bikin ngakak aja. Temen-temen saya emang suka gitu, suka gak bisa liat temennya galau dikit, mesti kalo galau langsung di bully kalo gak di kata-katain. So far, we're having fun with that kind of friendship. 

Ada juga komen dari salah satu temen, intinya nanyain "kalo beli baru karena mau koleksi sepatu termasuk memperbaiki atau mengganti dengan yang baru?". Sempet mikir gitu, ini pertanyaan gimana maksudnya pak? (maklum ya lemot anaknya). Akhirnya dijawab aja seadanya. Sekarang baru kepikiran, kan yang saya bahas soal benda yang udah rusak, baiknya di perbaiki atau di ganti dengan yang baru begitu. Ya kalo gak rusak dan mau nambah sih ya boleh aja silahkan, tapi mending itu duitnya ditabung buat nikah (gimanaa desss?!!) hahahaha ditabung buat skripsi maksudnya, iya... skripsi...

Sebenernya saya suka ragu saya tipe yang mana. memperbaiki atau mengganti dengan yang baru. Dulu sih lebih suka mengganti dengan yang baru, masih labil, jelek dikit udah ganti, barang jelek dikit udah beli lagi aja. Semakin kesini semakin lebih ngehargai barang (bukan tipe-tipe anak yang awet punya barang), semakin ngerti kalo cari uang gak mudah,maksudnya gak mudah itu harus kerja gak tinggal minta kayak dulu.

Sempet waktu bersih-bersih di kampus gitu saya milih-milih barang yang sekiranya masih bisa dipake biar gak dibuang, misahin banyak hanger yang kebelit sama benang, barangkali nanti bakal dibutuhin. Eh temenku bilang dibuang aja udh ntar beli yang baru, dan saya yaudah masih milihin dan misahin sampe akhirnya nyerah terus dibuang aja sianya hahaha. Tiba-tiba dia bilang aku kayak neneknya, suka nyimpenin barang yang udah rusak (gimana????) πŸ˜‚πŸ˜‚

Terus langsung inget postingan Sonia Eryka di twitter, isinya begini :
i'm not weird just because i'm staying single, i just think like a 60 year old grandma that's all.

Bagian klise dalam "Bahagia"

Foto : sisa - sisa tetugasan, Surabaya Northquay pukul 18.00 WIB


Tema #30haribercerita kali ini adalah Bahagia.

Bahagia adalah... kamu. Iya, kamu (ala dodit)

Selain kamu, ada banyak definisi bahagia. Beberapa orang mungkin mengartikan bahagia adalah ngedapetin apa yang kita mau. Bisa juga bahagia ngerjain hobi. Atau bahagia bisa ngobrol dengan bebas kesana-kemari sambil ketawa dengan seseorang, apalagi itu kamu.

Lebih sederhananya Bahagia itu bersyukur. Dimana kalo kita bersyukur, kita bisa nikmatin bahagia itu di hal-hal sederhana, nggak muluk-muluk (nggak berlebihan)

Klise, tapi emang bener. Ibaratnya Bersyukur itu udah paket komplit-nya Bahagia.

Kayak hari ini.

Bersyukur tidur dini hari tapi bangunnya nggak kesiangan lagi, jadi otw ke kantor nggak perlu ngebut-ngebut. Bahagia.

Bersyukur kerjaan banyak jadi gak kerasa udah waktunya pulang. Bahagia.

Bersyukur meskipun gak jadi beli nasi peda, eh dapet nasi ayam yang ada peda nya (meskipun dikit). Bahagia.

Bersyukur karena Jingga Untuk Matahari-nya Esti Kinasih udah terbit setelah ke-skip 5tahun lebih!!!. Bahagiaaa!!!.

Bersyukur meskipun belum sempet beli, eh temen udah ada yang beli πŸ˜ƒπŸ˜ƒπŸ˜ƒ. Bahagia.

Udah pokok bersyukur itu bahagia yang sebahagianya 😊

Jadi sudah bersyukur hari ini?
Apa bahagiamu?


Tuesday, January 17, 2017

Main-main ke Pantai Sendiki



Hari ke 17 buat ikutan #30haribercerita (padahal baru nge post 3 cerita ?!!!) bisa cek di instagram desiphe yaaa

Hari ini mau nyeritain vakansi di tahun pertama 2017, vakansi yang lagi-lagi tanpa rencana jauh-jauh hari. Yang gak pake ribet, udah pokoknya budal lah hahaha gak ding ya pasti browsing-browsing dulu  lah cari info.

Vakansi kali ini adalah ke Pantai Sendiki Malang, disini pengen nyeritain lebih detail ngapain aja ke Sendiki nya.

"Ayo pantai 3 warna"
"Gak ada duit, malang ae"
"Alun-alun ae, ngopi"
"Walah ket semester siji buntu titik ngopi nak malang, sendiki wes"
"Yaweslah minggu budal"
"Bengi iki ae"
"Minggu ae marikno tugas sek"
"Yawes minggu dal"

Yang tadi itu percakapan h-1 berangkat ke Pantai Sendiki, Malang. Jadi ceritanya kami pengen liburan, tapi beberapa dari kami uang yang disiapin buat liburan kepake buat tugas perancangan (aku sih heheeee). Dan setelah mencari solusi yaudah perginya yang deket-deket aja, Sendiki jadi pilihannya.

Kami berangkat sore sekitar pukul 5, soalnya nunggui beberapa anak yang masih ngurusin tugas UAS yang telat ngumpulin (aku juga hahaha-_-). Udah jalan gitu sampe porong eh mulai kepisah dijalan soalnya ada yang ban motornya bocor, alhasil harus tunggu-tungguan dan ada juga yang mampir-mampir alfa, pom bensin, ada yang udah ngebut duluan hahaha. Hingga kami berkumpul lagi di Masjid daerah pasuruan, lupa namanya yang jelas tempatnya nyaman banget luas juga.

Karena udah mulai gelap, kami mutusin buat yang dibonceng harus stay hp biar bisa tetep kontak. Udah masuk malang gitu ternyata pada baru bilang kalo gak tau jalan ke Sendiki nya (lahhh???). Dengan ke-hero-an aku diem-diem buka Gmaps dan menuntun mereka, sampe akhirnya kepek kalo lihat Gmaps hahahaah *hidup Gmaps!!!*

Udah sampe kampung warna-warni malang eh ada yang ban motornya bocor lagi (bukan motor yang sebelumnya). Yaudah berhenti nungguin ban diganti sekalian istirahat bentar. Setelah itu kami mutusin buat makan dulu, makannya nasi goreng enak di pinggir jalan. Iya kami mutusin buat gak makan cantik (baca : makan hedon) di liburan ini.

Lanjuttt sempet kelewatan belokan beberapa kali yang bikin jalan jadi sedikit lebih jauh (tapi pada gak tahu, kan yang pegang Gmaps aku hahaha maaf yaaa) but its OK akhirnya kami udah sampe daerah yang kayak hutan banyak pohon tinggi dan jalannya mulai menyempit serta dibumbui tikungan-tikungan tajam. Jadi kalo kalian lewat sini jangan ngebut, jangan pelan juga, sama jangan lupa nge-klakson takutnya ntar papasan di tikungannya mepet banget. Oiya gak ada lampu disini, kalo lampu motor kurang terang ya pake tambahan senter (?)

Di Gmaps ini rute jalan tujuan nggak sampe pas di Sendiki nya, berdasarkan dari pengalaman sebelumnya berarti jalan yang gak kebaca di Gmaps ini masih belum bagus (tapi udah nderedek duluan gimana tau jalan selanjutnya ya). Dan ternyata ada satu orang yang pernah ke Sendiki,dan dia sedikit hafal gitu kalo udah sampe sini. Kata dia beruntung kita kesini gak lagi hujan jadi motornya masih bisa dinaikin, kalo hujan jalan yang belum bagus itu licin plus terjal banget sehingga disarankan motoirnya diparkir dan harus jalan jauhhhh bangettt.

Sampai pantai sekitar pukul 23.00, kami gak bawa tenda soalnya dari hasil googling disana ada penyewaan tenda. Eh tetapi kata Bapak yang jaga dibawah tendanya lagi rusak dan cuma sisa 2. Sedangkan baru aja ada dua rombongan yang datang duluan sebelum kami.

Dengan tetap positive thinking kami jalan naik ke tempat penyewaan dan hasilnya adalahhh yak bener keduluan, ada sih rumah pohon 150rb cukup berempat katanya (tapi setelah dilihat kayaknya buat berdua😯)

Eh si Bapaknya nawarin "atau tidur disini aja (tempat makan gitu, lesehan) , besok subuh baru kepantai biar kalian nyaman juga tidurnya". Yak aku langsung ngangguk2 bersemangat sambil senyum gitu ke Bapaknya, eh tapi yang lain menolakπŸ˜“πŸ˜“πŸ˜“

Lanjut turun ke pantai, ada 4 tenda kalo gak salah sama Penjaga Pantai nya. Karena gak ada tenda, kami membeberkan banner yang kami bawa dari kampus buat jadi alas. Trus memposisikan supaya nyamanπŸ˜…. Nggak lupa Bapak Penjaga Pantai ngingetin kalo nanti kedinginan atau hujan mending balik aja naik (perhatian ih)

Begitu udah beres-beresenya kami menikmati suasana pantai sejenak, ada yang main bandulan (apa ya bahasa indonesianya-_-), ada yang udah tidur karena capek nyetir, ada yang hapean (padahal gak ada sinyal). Tiba-tiba ada seseorang menghampiri salah satu dari kami, eh ternyata temen satu jurusan. Jadi dia yang dimaksud Bapak tadi, dia rombongan yang nyewa tenda mendahului kami hahaha. Udah cukup lelah, kami akhirnya istirahat.

Dan ini pengalaman pertama tidur dengan suara ombak live dan gemerlap bintang ditambah lampu-lampu dari kapal (ya meskipun agak horor soalnya ada suara tokek mulu sampe gak bisa tidur soalnya ngitungin). But overall udah bagus banget serius πŸ‘

Yang lain udah pada tidur sekitar jam 1 an, karena aku gak bisa tidur akhirnya memulai sesi curhat bersama eca dengan backsound suara ombak bergemuruh, kerlap-kerlip bintang, dan shufle-an lagu galau. Sampe akhirnya bisa tertidur dan bangun sekitar jam 4 an saat semua alarm hp bunyi bergantian.

Kami langsung bersemangat main-main, jalan ke ujung pantai, foto-foto, udah seneng-seneng aja gitu. Kayak pesan Bapak penjaga Pantainya "kalian disini harus seneng-seneng, teriak gak apa, ketawa gak apa, yang gak boleh itu ngelamun sama renang ya soalnya ombaknya lagi besar"

Coba aja semalem tidur diatas, kayaknya ga bisa nyaksiin pemandangan pantai dini hari yang indah. Mengutip buku Ajahn Brahm sih 'Baik, Buruk, Siapa yang tahu?'


Berikut beberapa dokumentasi nya, and thank you for reading !
Kalo pada mau ke Sendiki jangan lupa bawa tenda ya, jaga-jaga kalo kehabisan hahaha




















πŸ˜…πŸ’–