Sunday, September 10, 2017

Mendengarkan Sepenuhnya

Source : Pinterest


Tentang mendengarkan sepenuhnya, ternyata aku baru nyadar kalo selama ini aku belum mendengarkan sepenuhnya, dari hal kecil waktu lagi ngobrol sama temen atau bahkan waktu dikelas lagi dengerin dosen jelasin soal mata kuliah. Kenapa aku bilang 'ternyata', karena emang baru ngeh sehabis baca buku Ajahn Bram yang Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya,  lupa dibuku edisi pertama atau ketiga di bagian Mendengarkan Sepenuhnya.

Disitu dijelasin, kalo andai aja kita bisa 'mendengarkan sepenuhnya', kayaknya semua akan terjadi dengan bak-baik saja atau aman-aman saja, kita bisa lebih tenang dan tidak menjalani hidup dengan ambisi yang cuma bikin hidup terlihat jenuh dan tidak menyenangkan.

Entah kenapa di bagian ini aku ngerasa langsung ketampar, hea haha beneran. Mendengarkan sepenuhnya untuk momen masa kini. Yang perlu dilakuin hanya benar-benar tinggal di masa kini, mendengarkan apa yang sedang terjadi, fokus, dan pikiran nggak kemana-mana. Nah ini nih yang susah buat tak lakuin, aku lebih sering mendengarkan dengan tidak sepenunya, dengan pikiran kemana-mana, mikirin perut laper, mikirin kerjaan, mikirin tugas, dan mikirin kamu.

Ketika mendengarkan dengan tidak sepenuhnya membuat aku tidak peka dengan lingkungan, dengan hal-hal yang telah atau sedang terjadi di lingkungan, padahal sebagai desainer dituntut untuk peka terhadap masalah, tren, dan gaya hidup yang sedang terjadi. (sungguh)

Dan momen 'ditampar' oleh mendengarkan-dengan-tidak-sepenuhnya baru aja tak rasain 2 hari lalu, tepat dimana aku ngerasa kalo hidupku sebagai mahasiswa yang juga harus memenuhi kebutuhan diri sendiri ini tak rasa paling struggle. Ternyata aku salah, aku masih jauh lebih beruntung dari teman-temanku yang lebih harus berjuang buat keluarganya, dia, dan masa depannya.

Terlebih, aku nggak ngerti kalo salah satu temenku baru aja ngalamin masalah sulit dalam hidupnya yang berdampak buat masa depannya sejak lebih dari 4 atau 5 bulan yang lalu, aku sebagai yang katanya bisa disebut sahabat nggak ngerti soal ini, dan baru benar-benar ngerti 2 hari yang lalu. Aku yang selalu ngerepotin dia dalam segala hal yang karena ketika butuh sesuatu kepikirannya langsung ke dia. Aku yang juga sering ketemu, ngobrol, bersenda gurau ternyata tidak benar-benar mendengarkan sepenuhnya segala bahasan dengannya. 

Untuk mengerti hal tersebut aja taunya dari orang lain, tidak dari yang bersangkutan. Dan apa yang bisa tak lakuin selain penyesalan dan menangis sejadi-jadinya. Tanpa pihak yang sedang dibahas ini tahu bahwa aku baru saja mengerti hal tersebut. 

Aku juga nggak ngerti kalo ternyata aku juga ikut sedih waktu tau soal ini. Aku baru tahu bahwa mengetahui sahabatmu mengalami masa sulit dalam hidupnya dan kamu ada tetapi tidak tahu bahkan tidak membantu, bisa sesakit ini rasanya. Aku nggak ngerti harus bersikap bagaimana waktu ketemu dia karena 'like nothing happen', dia terlihat baik-baik saja tanpa memperlihatkan segala beban yang dia punya. Tipikal nggak suka ngerepotin orang lain.

Dan tentu dia lebih ngerti segala resiko atas apa keputusan yang telah dia ambil. Dengan adanya post ini, semoga aku bisa memaafkan diri sendiri yang tetap merasa bersalah karena tidak dapat membantu, atau mungkin tidak ada ketika diperlukan. Semoga aku bisa mendiskusikan dengan tanpa berkaca-kaca atau mengeluarkan air mata yang justru tidak membantu apa-apa. Semoga Tuhan lekas mengangkat bebanmu dan memberikan segala hal yang dibutuhkan oleh manusia baik sepertimu.

Seperti kutipan yang baru-baru ini aku baca di salah satu website organisasi sosial :

"Lebih baik menyalakan lilin didalam gelap, daripada terus menghujat kegelapan dengan tidak melakukan apa-apa"




Yang sedang belajar untuk mendengarkan sepenuhnya
Desi 

No comments:

Post a Comment